PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) resmi mengumumkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 1.300 orang atau sekitar 12 persen dari total karyawan tetap. Pengumuman PHK GOTO ini disampaikan CEO Grup GoTo Andre Soelistyo dalam pertemuan town hall pada Jumat (18/11/2022). GoTo harus fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali perusahaan. Hal ini termasuk mengambil keputusan sulit untuk melakukan perampingan karyawan sejumlah 1.300 orang atau sekitar 12 persen dari total karyawan tetap Grup GoTo.
PHK GoTo tak terkait resesi
Pakar bisnis Rhenald Kasali menilai PHK GoTo tidak ada hubungannya dengan resesi ekonomi global. “Ancaman resesi global yang terus didengungkan, kalau dipercaya, bisa menimbulkan resesi sungguhan. Eksekutif yang kurang piawai bisa gegabah melakukan pemotongan besar-besaran, dan nanti bisa sebaliknya menimbulkan distrust (ketidakpercayaan) dan penurunan kinerja,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (18/11/2022). Ia menyayangkan pernyataan sejumlah pihak yang gegabah menyebarluaskan ketakutan resesi yang seakan-akan sudah di depan mata. “Padahal sesuatu itu belum terjadi, tapi kita sudah dipaksa mempercayainya dan seakan sudah merasakannya. Itu namanya trust recession (percaya adanya resesi), bukan economic recession (resesi ekonomi),” kata Rhenald.
Siapkan lapangan kerja baru
Sementara itu, ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah perlu mempersiapkan lapangan kerja baru untuk menyerap tenaga kerja yang terkena PHK. Jangan sampai kata Bhima, pekerja yang terkena PHK tersebut mengalami penyusutan keahlian karena lama menganggur. “Sebagai contoh korban PHK startup dapat diserap ke anak cucu BUMN. Hal ini untuk menghindari hysteresis atau pelemahan keahlian karena korban PHK digital yang notabene adalah high-skill worker tapi menganggur terlalu lama. Sementara Indonesia diperkirakan masih memiliki gap kekurangan 9 juta tenaga kerja di ekosistem digital,” ujarnya saat dihubungi pihak Kompas.com, Jumat (18/11/2022). Menurut Bhima, gelombang PHK yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh tekanan makro ekonomi yang cukup berat lantaran pandemi. Tekanan yang dialami mulai dari kenaikan inflasi, tren penyesuaian suku bunga, pelemahan daya beli, risiko geopolitik, dan model bisnis yang berubah signifikan.