Ekonomi Indonesia Mendung di Tahun 2023? Harga Barang Naik

Jakarta – Nilai tukar Rupiah diprediksi bakal melemah sangat dalam tahun depan. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan nilai tukar rupiah bisa tembus Rp 15.200 per dolar Amerika Serikat (AS).
Tren kenaikan suku bunga tinggi hingga ancaman modal keluar dari negara berkembang jadi faktor penguatan dolar AS terhadap rupiah. ‘Awan gelap’ ini mengancam ekonomi Indonesia.
Untuk tahun ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi bertengger di level Rl 14.500-14.900. Sementara itu, pada 2023 nilai tukar diprediksi berada di Rp 14.800-15.200 per dolar AS.

“Yang jadi faktor negatifnya adalah tentu saja kenaikan suku bunga tinggi baik Fed Fund Rate maupun US Treasury sehingga capital outflow risikonya masih tinggi, sehingga keseluruhan 2022 kami perkirakan nilai tukar Rp 14.500-14.900,” papar Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (31/8/2022). “Di 2023 nilai tukar berada di Rp 14.800-15.200,” terang Perry

Perry menilai memang kondisi global saat ini tidak menentu. Pihaknya berjanji akan melakukan komitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, pengendalian inflasi, dan jaga kestabilan makro ekonomi. Di sisi lain, Perry masih yakin ada sentimen positif yang akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Hal itu berkaitan dengan neraca pembayaran yang masih cukup baik.

Level inflasi terakhir pada Juli 2022 mencapai 4,9%. Kenaikan tingkat inflasi didorong oleh kenaikan harga barang-barang kelompok volatile food sebesar 11,47%

Perry menilai tingkat inflasi akan banyak dipengaruhi oleh bagaimana kebijakan fiskal dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya berkaitan dengan penyediaan subsidi untuk berbagai hal. Pemerintah sendiri sudah mulai melakukan pengendalian harga pangan lewat Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekonomi akan lesu pada 2023. Pertumbuhan ekonomi global diprediksi turun tahun depan.
Menurutnya ada tendensi revisi pertumbuhan ekonomi dari berbagai lembaga internasional. Hal ini terjadi karena tren kenaikan suku bunga bank sentral negara-negara maju. Tren itu berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi melambat.

“Di 2023 ada tendensi revisi (pertumbuhan ekonomi) ke bawah terhadap proyeksi ekonomi. Ini karena hawkish atau tone dari bank sentral negara maju yang akan terus menarik suku bunga di 2023 diperkirakan akan memukul pertumbuhan ekonomi,” ungkap Sri Mulyani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *